Cendekiamanah.sch.id, Depok-Seperti kita tahu bahwa dalam islam terdapat beberapa bulan yang dimulyakan oleh Allah SWT dengan sebab histori yang melatarbelakanginya sehingga dalam kelanjutanya terjadi kamuflase pergeseran sejarah dengan tradisi ubudiyyah yang dihadapkan pada pola mulianya bulan tersebut. Salah satunya bulan syakban.
Syakban yang kental dengan nuansa bulan terima rapor seluruh umat manusia. Segala bentuk catatan amal kebajikan dan keburukan didalamnya akan menjadikan segalanya sebagai catatan dan evaluasi. Catatan digunakan sebagai bukti apabila nanti umat manusia dikumpulkan pada hari kebangkitan di padang mahsyar yang lebih familiar dikenal dengan یو م المیزا ن.
Hari tersebut sangat mencekam dengan rasa cemas bercampur aduk dengan rasa panasnya bagaikan jarak matahari hanya selebar telapak tangan dengan ubun-ubun kita. Ending-nya jelas, penerimaan catatan amal masing-masing yang telah ter-record dalam buku catatan amal manusia yang sejatinya pada tiap tahun pada bulan syakban catatan itu diangkat oleh Allah SWT.
Tidak salah nyatanya apabila kita mengatakan bulan syakban merupakan bulan maunah (pertolongan). pertolongan bagi seluruh umat manusia agar dapat mengoptimalkan segala upaya untuk meraih dispensasi agar proses remidial amal kejelekan dapat terhapuskan.
Syeikh Muhammad Bin Alawi Bin Abbas Al Maliki Al Maki Al Husni menyatakan syakban dengan jalan menuju kebaikan, menuju kepada keagungan, menuju kepada kesucian diri. Selanjutnya beliau memberikan masukan tentang bagaimana cara agar dapat memaksimalkan bulan syakban agar kita mendapatkan maunah dari Allah SWT. Tips yang diberikan agar seluruh umat manusia dengan cara memperbanyak taubat, ibadah dan taat.
Apabila kita lihat seluruh step tersebut tercermin bagaikan proses seseorang dalam menggapai segala impianya. Seorang penulis debutan misalkan, jelas harus terus maju meskipun banyak kesalahan yang dilakukan, ingatlah bahwa sampainya sesuatu menuju kepada hasil yang baik membutuhkan proses yang tentu berangkat dari 0. Sama dengan syaban yang harus diisi dengan taubat, ibadah serta taat.
Taubat berarti penyucian diri, hamba yang ingin menuju step berikutnya harus bersih dari segala kemaksiatan dan dosa. Hal ini dapat dicapai dengan cara taubat melalui lisan dan tindakan. Taubat merupakan penjelasan dari penyesalan, meminta ampunan yang menuju kepada kapok untuk melakukanya lagi. Dengan lisan kita dapat beristighfar. Melalui amaliyah dapat kita wujudkan dengan cara mengisi dengan hal positif yang tentu saja bernilai ibadah agar nantinya kita tidak ada niat untuk mengulangi kemaksiatan dan doa yang sama dikemudian hari.
Ibadah bisa kita artikan secara dua arah yakni arti ibadah secara محضۃ (murni) dan غیر محضۃ (turunan). Ibadah murni berarti hubungan secara vertikal antara hamba dengan Allah SWT. Sedangkan turunanya adalah ibadah yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan sesamanya. Keduanya jelas harus kita maksimalkan dengan untaian shalat sunnah karena pasca rajab sebagai bulan ampunan serta peristiwa diperintahkanya shalat. Lalu bisa juga dengan dzikir, shalawat, puasa serta masih banyak lagi. Untuk ibadah turunan kita dapat memaksimalkan potensi sosial kepada sesama, tidak harus sedekah dengan materi, apabila kita mampu hanya dengan tenaga itupun diakui sebagai sumbangsih sosial yang nyata. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyum kalian kepada sesama adalah sedekah”. (HR. Abu Dzar)
Terakhir adalah Taat, ending dari semua step mulai taubat dan ibadah akan bermuara pada ketaatan. Dengan taat seluruh manusia akan selalu ingat Allah SWT dengan cara mengerjakan segala perintah Nya serta menjauhi segala larang Nya. (aa).